Cari Blog Ini

Selasa, 14 Desember 2010

Membaca Sebagai Ketrampilan Berbahasa

Membaca Sebagai Ketrampilan Berbahasa

BAB 1
TINJAUAN UMUM
1.1 Ketrampilan Berbahasa
            Ketrampilan berbahasa (atau language arts, language skills) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat segi, iaitu:
a.       Ketrampilan menyimak/mendengarkan (listening skills).
b.      Keterampilan berbicara (speaking skills).
c.       Ketrampilan membaca (reading skills).
d.      Ketrampilan menulis (writing skills).
            Dalam memperoleh ketrampilan berbahasa maka biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula, pada masa kecil, kita belajar menyimak/mendengarkan bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaaca dan menulis.

1.1.1 Hubungan antara berbicara dangan menyimak
            Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat, ternyata dari hal-hal berikut ini.
a.       Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi).
b.      Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak.
c.       Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan masyarakat tempatnya hidup; misalnya: ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat.
d.      Anak yang lebih muda dapat lebih memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit tinimbang kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.
e.       Meningkatkan ketrampilan menyimak berati membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f.       Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata sang anak.
g.      Berbicara denga alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya sang anak menggunakan bahasa yang didengarnya.

1.1.2 Hubungan antara menyimak dan membaca.
            Ketampilan menyimak juga merupakan dasar atau faktor penting bagi kesuksesannya  dalam belajar membaca secara efektif. Penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli telah memperhatikan beberapa hubungan penting antara membaca dengan menyimak, antara lain:
a.       Pengajaran serta petunjuk-petunjuk dalam membaca diberikan oleh sang guru melalui bahasa lisan, dan kemampuan sang anak untuk menyimak dengan memahami penting sekali.
b.      Menyimak merupak cara atau metode untuk pelajar lisan (verbalized learning) selama tahun-tahun permulaan di sekolah. Perlu dicatat misalnya bahwa anak yang cacat membaca haruslah meneruskan pelajaranya di kelas yang lebih tinggi dan lebih banyak melalui menyimak tinimbang melalui membaca.
c.       Walaupun menyimak pemahaman ( listeneing comprehension ) lebih unggul daripada membaca pemahaman (reading comprension), namun anak-anak sering gagal untuk memahaminya dan tetap menyimpan/memakai/menguasai sejumlah fakta yang mereka dengar.
d.      Oleh karena itu para pelajar membutuhkan bimbinga dalam belajar menyimak lebih efektif dan lebih teratur lagi, agar hasil pengajaran itu baik.
e.       Kosa kata atau perbendaraan kata menyimak yang sangat terbatas mempunyai kaitan dengan kesukaran-kesukaran dalam belajar membaca secara baik.
f.       Bagi para pelajar yang lebih besar atau lebih tinggi kelasnya, korelasi antara kosa kata baca dan kosa kata simak (reading vocabulary dan listening vocabulary) sangat tinggi, mungkin 80% atau lebih.
g.      Pembeda-bedaan atau diskriminasi pendengaran yang jelek sering dihubungkan dengan membacayang tidak efektif da mungkin merupakan suatu factor pendukung atau factor tambahan dalam ketidakmauan dalam belajar (poor reading).
h.      Menyimak turut membantu sang anak untuk menangkap ide utama yang diajukan oleh si pembaca; bagi pelajar yang lebih tinggi kelasnya, membaca lebih unggul daripada menyimak sesuatu yang mendadak dan pemahaman infor masi yang terperinci.
            Membaca hendaklah disertai dengan diskusi (sebelum,selama,dan sesudah membaca) kalau kita ingin meningkatkan serta  memperkaya kosa kata, pemahaman umum, serta pemilikan ide-ide para pelajar yang kita asuh.

1.1.3 Hubungan antara berbicara dan membaca
            Hubungan-hubungan antara bahasa lisan dan membaca telah dapat diketahui dalam beberapa penelitian, antara lain:
a.       Peformansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan percakapan bahasa lisan.
b.      Pola-pola pelajar ujaran orang yang tuna aksara atau buta huruf mungkin menggangu pelajaran membaca pada anak-anak.
c.       Kalau, pada tahun-tahun permulaan sekolah, ujaran untuk membentuk suatu pelajaran bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka, misalnya: kesadaran linguistik mereka tehadap istilah-istilah baru, struktur kalimat yang baik dan efektif, serta penggunaan kata-kata yang tepat.
d.      Kosa kata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Andai kata meuncul kata-kata baru dalam buku bacaan /buku pegangan murid, hendak para guru mendiskusikanya dengan murid sehingga mereka memahami maknanya sebelum mereka memulai membacanya.


1.1.4 Hubungan antara ekspresi lisan dengan ekspresi tulis
            Wajar bila komunikasi lisan dan komumikasi tulis erat sekali berhubungan karena keduanya mempunyai banyak persamaan, antara lain:
a.       Sang anak belajar jauh sebelum dia dapat menulis, dan kosa kata, pola-pola kalimat, serta organisasi dan ide-ide yang memberi ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi ekspresi tulis berikutnya.
b.      Sang anak yang telah dapat menulis dengan lancar biasanya dapat pula menulis pengalaman-pengalaman pertamanya serta tepat tanpa diskusi lisan pendahuluan, tetapi dia masih perlu membicarakan ide-ide yang rumit yang dia peroleh dari tangan kedua.
c.       Perbedaan-perbedaan pun terdapat pula antara komunikasi lisan dan komunikasi tulis. Ekspresi lisan cenderung kearah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap, tetapi biasanya lebih kacau serta membingungkan dari pada komunikasi tulis.
d.      Membuat catatan serta membuat bagan atau rangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolong murid untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada pendengar.
            Istilah "art" seni dipergunakan untuk melukis suatu yang bersifat personal, kreatif, dan original. Sebaliknya kata skill "ketrampilan" dipakai untuk menyatakan suatu yang bersifat mekanis, eksak, impersonal.

1.2 Membaca
1.2.1 Pengertian batasan membaca
            Membaca adalah suatu proses yang di lakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan,yang hendak di sampaikan oleh penulis melalui media kati-kata/bahasa tulis.
            Dari segi linguistic, membaca adalah suatu proses penyediaan kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process) berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyediaan (econding). Sebuah aspek penyediaan sandi (decoding) adalah penghubung kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan /cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
            Istilah-istilah linguistic decoding dan econding tersebut akan lebih mudah dimengerti kalau kita dapat memahami bahasa (language) adalah sandi (code)yang direncanakan untuk membawa/ mengandung makna (meaning). Menyimak dan membaca berhubungan erat karena keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis berhubungan erat karena keduanya merupakan alat untuk mengutamakan makna, mengemukakan pendapat, mengespresikan pesan.
            Membaca pun dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain. Bahkan ada pula beberapa penulis yang seolah-olah beranggapan bahwa "membaca" adalah suatu kemampuan untuk melihat lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang tertulis tersebut melalui fonik (phonocs=suatu metode pengajaran membaca, ucapan, ejaan berdasarkan interprestasi fonetik terhaadap ejaan biasa) menjadi/menuju membaca lisan (oral reading).

1.2.2 Tujuan membaca
            Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Berikut ini kita kemukakan beberpa yang penting:
a.       Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakkan oleh sang tokoh apa-apa yang telah di buat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seprti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts).
b.      Membca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami oleh sang tokoh untuk mencapai tujuanya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).
c.       Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga/seterusnya-setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan kejadian, kejadian buat dramatisasi. Ini dsebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (riding for sequence or organizasion).
d.      Membaca untuk menemukan sertamengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu apa yang hehdak diperlihatkan oleh snag pengarah kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferesi
( reading for inference)
  

BAB II
MEMBACA NYARING
2.1 Pengertian
            Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara si pembaca waktu dia membaca maka proses membaca dapat di bagi atas:
a)      Membaca nyaring, membaca bersuara, membaca lisan (reading cut laud, oral reading, reading aloud).
b)      Membaca dalam hati (silent reading).
            Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran dan perasaan seseorang pengarang.
Membaca nyaring yang baik menuntut agar si pembaca agar memiliki kecepatan mata yang tinggi serta memeilikai pandangan mata yang jauh. Karna haruslah meliahat pada bahan bacaan untuk memelihara kotak mata kepada pendengar.
Dalam kegatan ini, Menyimak tidak dapat di kesampingkan, dan maksud dan dan maksud dan tujuan menyimak adalah untuk memahami yang di baca seseorang. Membacan nyaring adalah sebuah pendekatan yang dapat memuaskan serta memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah ketrampilan serta minat.
2.2 Ketrampilan-ketrampilan yang dituntun dalam membaca nyaring.
            Membaca nyaring  merupakan suatu aktivitas yang menuntut aneka ragam ketrampilan.
            Daftar ketrampilan berikut ini sangat menolong bagi para guru dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam membaca nyaring.
Kelas I:
a.       Mempergunakan ucapan yang tepat.
b.      Mempergunakan frase yang tepat (bukan kata demi kata).
c.       Mempergunakan intonasi yang wajar agar makna mudah terpahami.
d.      Memiliki perawakan dan sifat yang baik serta merawat buku dengan baik.
e.       Menguasai tanda-tanda sederhana, seperti:
Titik ( . )
Koma ( , )
Tanda Tanya ( ? )
Tanda seru ( ! )
Kelas II:
a.       Membaca dengan terang dan jelas.
b.      Membaca dengan penuh perasaan, ekspresi.
c.       Membaca tanpa tertegun-tegun, tanpa terbata-bata.
Kelas III:
a.       Membaaca dengan penuh perasaan, ekspresi.
b.      Mengerti serta memahami bahan bacaan.
Kelas IV:
a.       Memahami bahasa bacaan pada tingkat dasar.
b.      Kecepatan mata &suara: 3 patah kata dalam 1 detik.
Kelas V:
a.       Membaca dengan pemahaman dan perasaan.
b.      Aneka kecepatan membaca nyaring tergantung pada bahan bacaan.
c.       Dapat membaca tanpa terus menerus melihat pada bahan bacaan.
Kelas VI:
a.       Membaca nyaring dengan penuh perasaan atau penuh ekspresi.
b.      Membaca dengan penuh kepercayaan (pada diri sendiri) dan mempergunakan frase atau susunan kata yang tepat.

2.3 Peningkatan ketrampilan membaca nyaring.
            Agar dapat membaca nyaring dengan baik,maka sang pembaca haruslah menguasai ketrampilan-ketrampilan persepsi ( pengelihatan dan daya angkap ) sehingga dia mengenal dan memahami kata-kata dengan cepat dan tepat. Untuk membantu para pendengar menangkap serta memahami maksud sang pengarang, maka sang pembaca biasanya mempergunakan berbagai cara, antara lain:
a)      Dia menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan penenkanan yang jelas;
b)      Dia menjelaskan perubahan dari satu ide dengan ke ide lainya;
c)      Dia menerangka kesaruan-kesatuan pikiran didalam satu kalimat dengan penyusunan kalimat yang tepat dan baik;
d)     Menghubungkan ide-ide yang bertautan dengan jalan menjaga suaranya agar tinggi sampai akhir dan tujuan tercapai.
e)      Menjelaskan klimaks-klimaks dengan gaya dan daya ekspresi yang baik dan tepat.
            Ketrampilan-ketrampilan membaca nyaring akan berkembang secara wajar, secara alamiah dalam membaca drama . membaca drama memahami sejumlah nilai pand pembaca, antara lain:
a)      Memperoleh kesenangan dalam memperoleh dramatisasi yang terlihat dalam pemupukan keyakinan anak-anak sehari-hari.
b)      Memperkaya daya khayal, imajinasi dalam membaca fiksi.
c)      Menanamkan disiplin yang tidak terdapat pada jenis-jenis membaca lain.
d)     Mempertinggi pemahaman, pengembangan kosa kata, membaca frase/paragraph, ekspresi/perasaan, serta ktrampilan-ktrampilan berbicara secara umum.
  

Bab III
Membaca Dalam Hati
1.  Pengantar
            Tujuan utama membaca dalam hati (silent reading) adalah untuk memperoleh informasi. Harus disadari benar-bnar bahwa ketrampilan benar-benar ketrampilan membaca dalam hati  merupakan kunci bagi semua ilmu pengetahuan. Bila seseorang membentuk konsep-konsep serta sikap-sikap pribadi, maka hal itu berarti dia memperluas kesatuan-kesatuan pikiran serta memperoleh dasar pendapat, keputusan.
            Sebagian terbesar dari kegiatan membaca dalam masyarakat selama kita hidup adalah kegiatan membaca dalam hati. Di bandingkan membaca nyarin, maka membaca dalam hati itu jauh lebih ekonomis, dapat dilakukan disegala tempat.
            Membaca secara peroranga menurut selera masing-masing ini desebut personalized reading. Kenyataan ini menuntuk peningkatan mengacar cara membaca serupa ini di sekolah-sekolah (lebih-lebih di Amerika Serikat).

3.2.2.1 Untuk memperoleh kesan umum.
            Bila kita ingin memperoleh suatu kesan umum dari suatu buku non fiksi (sejara, biografi, ilmu pengetahuan, seni, dan sebagainya) dengan cepat maka kita dapat melakukanya dengan jalan meneliti halaman judul, kata pengantar, daftar isi dan indeks.
            Dengan cara ini kita dapat mempelajari sifat hakekat dalam jangkauan buku tersebut, susunan atau organisasinya, dan sikap umum sang penulis serta pendekatannya terhadap bahan atau subyek pembicaraan.



3.2.2.2 Untuk menemukan hal tertentu.
            Petunjuk-pepetunjuk berikut ini akan dapat menolong kita dalam usaha mendapatkan informasi yang tepat denga cepat.
a)      Tentukan dengan jelas hal atau fakta apa yang akan di cari atau sediakan pertanyaan yang akan di jawab.
b)      Siapkan/ingat kata atau kata-kata yang paling tepat dipakai untuk menunjuk hal tersebut.
c)      Bila kita ingin mencari informasi dalam suaktu buku, baiklah kita melihat apakah kita atau detel tersebut tercantum dalam ideks. Kalau tidak ada, carilah didalam subjek yang lebih luas yang mungkin mencakup bahan bahan/subyek tersebut.
d)     Liriklah setiap halaman dengan cepat, hanya untuk mencari kata/atau details yang diinginkan.

3.2.2.3 Untuk menemukan bahan dalam perpustakaan
            Dalam mencari bahan yang diperlukan didalam perpustakaan, kita pun membaca sekilas kartu catalog untuk mendapatkan buku-buku yang sesuai; kita membaca sekilas melalui pembibingan pembaca untuk menemukan arikel-artikel majalah.
            Dalam penerapanyan yang baik, membaca sekilas menuntut suatu keaktifan dan keseksamaan untuk mengetahui apa yang di cari serta bagaimana cara menghubungkan apa yang telah kita ketahui sebelumnya.

3.2.3 Membaca dangkal
            Membaca dangkal atau superficial reading pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal yang bersifat lauran, yang tidak mendalam dari suatu bacaan. Membaca super fecial ini biasanya dilakukan bila kita membaca demi kesenangan.
            Membaca ekstensif biasanya lebih banyak dilakukan di luar kelas.

2.  Membaca intenstif
            Yang dimaksud dengan membaca intensif atau intensive reading adalah studi seksama, telah teliti, dan penanganan terperinci yang dilakukan didalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari. Kuesioner, latihan pola-pola kalimat, latihan kosa kata, telaah kata-kata, dekte dan diskusi umum merupakan bagian dan teknik membaca intensif.
            Yang termasuk membaca intensif ini adalah:
a)      Membaca telaah isi (cintent study reading).
b)      Membaca telaah bahasa (linguistic study reading).
            Perlu ditegaskan disini bahwa istilah membaca intensif menyatakan bukanlah hakikat ketrampilan-ketrampilan yang terlihat yang paling diutamakan atau yang paling menarih perhatian kita, tetapi hasil-hasilnya; dalam hal ini suatu pengertian, suatu pemahaman yang mendalam serta terperinci terhadap tanda-tanda hitam atau aksara siatas kertas.
            Membaca intensif pada hakikatnya memerlukan teks yang panjang tidak lebih dari 500 patah kata (yang dapat dibaca dalam waktu 2 menit denga kecepatan kira-kira 5 patah kata dalam satu detik). Tujuan utama adalah untuk memperoleh sukses dalam memahami penuh terhadap argument-argumen yang logis, urutan-urutan retoris atau pola-pola teks, pola-pola simbolisnya; nada-nada tambahan yang bersifat emosional dan sosial, pola-pola sikap dan tujuan sang pengarang, sarana-sarana lisguistik yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.

3.4 Ketrampilan yang dituntut pada membaca dalam hati.
            Berikut ini kita kemukakan sejumplah ketrampilan yang dituntut pada setiap sekolah dasar khusus membaca dalam hati, agar tujuan dapat di capai.
Kelas I:
a)      Membaca tanpa bersuara, tanpa gerak-gerakan bibir, tanpa berbisik.
b)      Membaca tanpa gerak-gerakan kepala.
Kelas II:
a)      Membaca tanpa gerakan bibir dan kepala.
b)      Membaca lebih cepat secara dalam hati tinimbang bersuara.
Kelas III:
a)      Membaca dalam hati tanpa menunjuk-nunjuk denga jar, tanpa gerakan bibir.
b)      Membaca lebih cepat secara dalam hati tinimbang secara bersuara.
Kelas IV:
a)      Mengerti serta memahami bahan bacaan pada tingkat dasar.
b)      Kecepatan mata dalam membaca 3 kata per detik.
Kelas V:
a)      Membaca dalam hati jauh lebih cepat tinimbang membaca bersuara.
b)      Membaca dengan pemahaman yang baik.
c)      Membaca tanpa gerakan-gerakan bibir atau kepala atau menunjuk-nunjuk dengan jari tangan.
d)     Menikmati bahan bacan yang di baca dalam hati itu; senang membaca dalam hati.
Kelas VI:
a)      Membaca tanpa gerakan-gerakan bibir; tanpa komat-kamit.
b)      Dapat menyesuaikan kecepatan membaca dengan tingkat kesukaran yang terdapat dalam bahan bacaan.
c)      Dapat membaca 180 kata dalam satu menit pada bacaan fiksi pada tingkat dasar.


BAB IV
MEMBACA TELAAH

1. Pendahuluan
            Membaca telaah isi dapat kita bagi atas:
a)      Membaca teliti.
b)      Membaca pemahaman.
c)      Membaca kritis.
d)     Membaca ide.
            Berikut ini akan dibicarakan satu per satu secara terperinci.

2.  Membaca teliti
            Membaca teliti membautuhkan sejumlah keterampilan antara lain:
a)      Survey yang tepat untuk memperhatikan/ organisasi dan pendekatan umum:
b)      Membaca secara seksama dan membaca ulang paragraf-paragraf untuk menemukan kalimat-kalimat judul dan perincian-perincian penting: dan
c)      Penemuan hubungan seriap paragraf dengan keseluruhan tulisan atau artikel.

A. Membaca paragraf dengan pengertian
            Perlu diketahui bahwa terdapat sejumlah cara untuk mengembangkan pikiran pokok suatu paragraf, antara lain:
a)      Dengan mengemukakan alasan-alasan.
b)      Dengan mengutarakan perincian-perincian.
c)      Dengan mengetengahkan satu atau lebih contoh.
d)     Dengan membandingkan dan mempertentangkan dua hal.
B. Pengembangan paragraf dengan perbandingan dengan pertentangan.
            Cara lain untuk mengembangkan pikiran pokok suatu paragraf adalah dengan perbandingan atau pertentangan dengan komparasi atau kontras. Pembaca harus menghidari diri dari keasyikan yang keterlaluan terhadap fakta-fakta serta perincian-perincian atau details-details yang disajikan oleh penulis, yang justru membuat kehilangan akan yang hedak dilukiskan.

C. Membaca pilihan yang panjang.
            Kemampuan untuk menghubung-hubungkan paragraf-paragraf tunggal dan kelompok-kelompok paragraf dengan pengalaman keseluruhan tulisan adalah sangat penting dalam membaca teliti. Begitu pula kemampuan untuk membeda-bedakan, antara paragraf-paragraf yang memuat serta menyajikan ide-ide pokok atau ide-ide utama dengan paragraf-paragraf yang semata-mata hanya menguraikan atau menerangkan ide-ide dalam paragraf-paragraf terdahulu.

D. Membuat catatan.
            Sebagai tambahan ilai catatan-catatan itu sendiri; maka proses actual pembuatan catatan tersebut akan membantu kita dalam tiga hal penting, yaitu:
a)      Menolong kita untuk memahami apa yang kita baca atau kita dengar.
b)      Membuat kita terus menerus mencari fakta-fakta dan ide-ide yang penting.
c)      Membantu ingatan kita, mencatat fakta-fakta dan ide-ide yang penting akan menanamkan kesan yang mendalam pada ingatan kita.

E. Mengenai bacaan
            Bila kita ingin membuat catatan mengenai bacaan kita, maka ada baiknya kita memperhatikan serta mengingat hal-hal berikut ini:
a)      Bacalah sekilas seluruh kutipan atau pilihan sebelum membuat catatan.
b)      Tentukan apakah kita perlu mencatat sapai hal-hal yang sekeci-kecilnya ataukah hanya ide-idenya saja.
c)      Buat catatan dengan kata-kata sendiri dan sesingkat mungkin.
d)     Kembangkanlah sistem sendiri mengenai singkatan-singkatan dan penggalan-penggalan singkat yang dapat dipergunakan untuk menghemat waktu dan tenaga dalam menulis.
e)      Kalau mengutip suatu bahan, pakailah tanda-tanda kutipan. Catatlah selalu sumber kutipan itu dengan jelas.
f)       Buatlah catatan yang jelas dan tepat.
g)      Setelah selesai membuat catatan-catatan itu, periksalah kembali apakah semua hal penting telah tercatat.

F. Menandai buku.
            Terdapat sebuah cara untuk menandai sebuah buku; antara lain:
a)      Menggarisbawahi hal-hal yang penting, pernyataan-pernyataan utama serta yang member dorongan.
b)      Membuat garis-garis tegak lurus pinggir halaman untuk memberi penekanan pada suatu pernyataan yang telah digarisbawahi.
c)      Membuat tanda-tanda bintang atau asterisk, atau tanda-tanda lainya pada pinggir halaman, yang dipergunakan secara teratur, untuk memberi penkanan pada sepuluh atau dua puluh pernyataan yang paling penting didalam buku itu.
d)     Memberi angka-angka pada pinggir halaman, untuk menyatakan butir-butir yang dibuat oleh sang pengarang dalam mengembangkan sebuah argument, uraian, atau penjelas.
e)      Membubuhkan nomer halaman lain pada pinggir halaman; untuk menyatakan dimana saja pada buku itu sang pengarang mengutarakan butir-butir yang relevan dengan butir yang ditandai iru; untuk merangkaikan ide-ide dalam buku itu, walau pun tempatnya berpencar-pencar dalam beberapa halaman, merupakan satu kesatuan yang utuh.
f)       Melingkari kata-kata atau farese yang dia anggap penting.
g)      Menulis atau membuat catatan pada pinggir halaman, atau bagian atas atau bawah halaman, dengan tujuan: merekam peryataan-pernyataan (dan barang kali juga jawaban-jawaban) yang timbul dalam hati kita pada saat membaca bagian itu; merangkum diskusi yang rumit menjadi satu pertanyaan yang sederhana; merekam urutan butir-butir utama yang terdapat pada buku tersebut secara teratur.
G. Dalam kelas
            Dalam situasi seprti itu perlu diperhatikan hal-hal berikut yang dapat menolong anda membuat catatan-catatan yang bermanfaat:
a)      Jangan berusaha mencatat atau merekam segala sesuatu yang dikaitkan oleh sang guru. Dia mungkin saja berbicara jauh lebih cepat dari pada anda menulis.
b)      Dengarkanlah benar-benar isyarat-isyarat yang diberikan oleh setiap guru yang menandakan bahwa yang dikatakanya itu penting.
c)      Kalau anda pikir bahwa anda kehilangan atau lupa mencatat sesuatu hal yang penting, tinggalkan satu spasi dalam buku anda dan jalan terus.
d)     Secepat mungkin sesuai plajaran di kelas itu perhatikan kembali seluruh catatan tersebut untuk memasukkan serta menanamkan fakta-fakta serta ide-ide yang penting kedalam ingatan dan pikiran anda, seta memperbaiki ataupun memahami hal-hal yang penting terhadap catatan yang anda telah buat.

H. Menelaah tugas.
            Agar para siswa dapat menyelesaikan serta menelaah tugas itu dengan baik, maka seyoggianyalah mereka telah membiasakan dengan cara study SQ3R. perlu dijelaskan bahwa SQ3R adalah suatu metode studi yang mencakup lima tahap: Surve, Question, Read, Recite, Review.

3. Membaca pemahaman.
            Membaca pemahaman (atau reading or understanding) yang dimaksd disini adalah jenis membaca yang bertujuan untuk memahami:
a)      Standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standard)
b)      Resensi kritis (criticial review)
c)      Drama tulis (printed drama)
d)     Pola-pola fiksi (patterns of fiction)
            Berikut ini akan dibahas satu per satu secara ber urutan.

3.1 Standar Kesastraan
            Para penulis kreatif dalam bidang-bidang fiksi, drama, puisi, biografi, otobiografi, esei popular dan sebagainya, memiliki beberapa pengalaman hidup yang hendak disampaikannya kepada para pembaca. Sebagai seniman kreatif maka sang pengarang sangat sensitive terhadap kekuatan dan keindahan kata-kata.
            Kesusastraan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, anatar lain sebagai:
a) Puisi atau prosa
b) fakta atau fiksi
c) klasik atau modern
d) subyektif atau objektif
e) eksposisi atau normative.

3.2 Resensi kritis
            Tulisan- tulisan singkat yang biasanya dapat dibaca dalam beberapa menit, mempunyai paling sedikit empat kegunaan yaitu:
a)  Mengetengahkan komentar-komentar mengenai kesegaran eksposisi atau cerita, memberikan pertimbangan atau penilaian mengenai betapa baiknya tugas tersebut dilaksanakan, dipandang dari segi maksud dan tujuan sang pengarang.
b) Mengutarakan komentar-komentar mengenai gaya, bentuk, serta nilai atau manfaat kesastraan  umum bagian tersebut.
c) Memberikan suatu rangkuman pandangan, pendirian, atau point of view ( isi eksposisi atau suatu synopsis pola umum cerita yang secara seksama  tidak dapat membeberkan hasil-hasilnya).
d) Mengemukakan  fakta-fakta  untuk menunjang pertimbangan  dan penilaiannya serta analisis isi dengan  jalan mengutip atau menunjukkan  secara langsung pada karakter-karakter, situasi-situasi, dan bahkan halaman-halaman tertentu dalam buku atau artikel itu.
            Membaca  resensi-resensi yang kritis akan turut membantu kita untuk mempelajari secara cepat standar-standar karya sastra yang bermutu tinggi. Resensi-resensi buku merupakan salah satu bentuk yang sangat penting dari bentuk-bentuk komunukasi kita yang baru. Memeng pada masa lalu merupakan referensi bahan bagi para sarjana, tetapi pada masa kini telah menjadi saran penting bagi pendidikan .

3.3 Drama  tulis
            Ada dua cara untuk menikmati sandiwara/drama. Yang pertama adalah pada tingkatan aksi primitive, di mana hati penonton atau pemirsa bergetar karena ketegangan, kekejaman, sehingga menimbulkan keinginan besar untuk melihat betapa caranya hal itu dikeluarkan, diperankan. Yang kedua adalah  tingkatan individual yang bersifat interpretative,dimana para pembaca dapat menarik kesimpulan-kesimpulan, menvisualisasikan tokoh-tokoh, memproyeksikan akibat-akibat, serta mengadakan interpretasi-interpretasi kala dia membaca. Agar para pembaca dapat mengembangkan suatu sikap kritis yang logis terhadap drama, yang antara lain mengerti akan:
a) prinsip-prinsip kritik drama
b) unsur-unsur drama
c) jenis-jenis drama. 

4.3.3.1 Prinsip-prinsip kritik drama.
            Pada abad ke-18 seorang dramawan jerman yang bernama Gorthe memformalisasikan tiga perinsip kritik drama, yang sangat terkenal yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Ketiga perinsip itu, yang bisa disebut perinsip Geothe adalah sebagai berikut:
       I.            Apa yang hendak dilakukan oleh seorang seniman?
    II.            Betapa baiknya dia melakukan itu.
 III.            Bermanfaatkah hal itu dilakukan.
4.3.3.2 Unsur-unsur drama
            Unsur-unsur drama meliputi:

4.3.3.21 Plot
            Sebuah lakon harus bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu bagian tengah, menuju suatu akhir. Dalam drama, bagian-bagian ini dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resulusi (atau denouement).
            Eksposisi suatu lakon menentukan aksi dalam waktu dan tempat. Komplikasi atau bagian tengah lakon, mengembangkan konflik. Resolusi atau denouement hendaklah muncu secara logis dari apa-apa yang telah mendahuluinya dalam komplikasi.

4.3.3.2.2. Karakterisasi
            Beberapa dari para tokoh serta fungsi dalamnya suatu lakon adalah sebagai berikut:
a.       Tokoh gagal, tokoh badut, atau the foil. Tokoh yang mempunyai pendirian yang bertentangan dengan tokoh yang lain, yang bertindak menegaskan tokoh lain itu, dia meungkin tokoh minor yang berfungsi sebagai tukang badut saja,atau mungkin dia memerankan suatu bagian mayor yang ia lakoni, yang secara indensital bertindak selaku badut atau foi.
b.      Tokoh iraman atau the type karakter. Tokoh ini dipakai terutama sekali karena dia dapat diberi cirri dengan cepat, dapat dikenal segera. Dia mungkin merupakan wakil suatu daerah atau jabatan. Kelaziman para tokoh idaman membuat tokoh individual yang sebenarnya semakin lebih hebat, semaki luar biasa.
c.       Tokoh statis atau the ststic character. Tokoh ini pada hakekatnya tetap sama, tanpa perubahan; pasa akhir lakon sama pada awal lakon.
d.      Tokoh yang berkembang. Tokoh ini mengalami perkembangan selama atau ddalam lakon. Misalnya tokoh mecbeth yang pada awal lakon sangat setia, secara cepat berkembang berubah menjadi tidak setia, menjadi orang yang berhianat pada akhir lakon.

4.3.3.2.3 Dialog
            Dalam setiap lakon atau gambar hidup, percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan, yaitu:
a.       Dialog haruslah turun memeajukan atau menunjang aksi(action).
b.      Dialog yang diucapkan di atas pantas haruslah ditambah-tambah serta dilebih-lebihkan. Maksudnya jauh lebih dalam dan tertib dari pada ujaran sehari-hari.

4.3.3.2.4 Aneka sarana kesastraan
            Selain dari pada unsur-unsur yang diperbincangkan di atas masih ada sejumlah sarana kesastraan serta kedramaan lainya yang turun menunjang kesuksesan sesuatu drama. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut ini:
a.       Gaya bahasa ulang (repetisi), baik yang berupa pertentangan-pertentangan (kontras) maupun maupun yang berupa kesejajatran-kesejajaran (parallel).
b.      Gaya bahasa dan suasana yang serasi yang turut menyukseskan suatu drama, haruslah diciptakan sebai-baiknya.
c.       Simbolisme atau perlambangan. Dengan mempergunakan benda-benda atau hal-hal yang seperti topan, bunga, kelaparan dan terang, seseorang penulis kadang-kadang menyampaikan serta mengemukakan ide-de yang abtrak.
d.      Empat serta jarak estetik (empathy and aesthetic distance). Sastra proporsi atau ukuran yang harus diperhatikan dalam sastra adalah yang terdapat antara dua kualitas yang dikenal sebagai empaty dan jarak estetik.
            Haruslah di fahami benar-benar bahwa fungsi utama dari semua unsur tersebut adalah menunjang tema lakon. Yang dimaksud dengan tema di sini adalah beberapa kebenaran mengenia kehidupan yang pada umumnya diterima oleh masyatakat. Suatu lakon akan gagal kalau memiliki suatu tema yang sangat baik tetapi ditunjang oleh suatu plot yang amat lemah; juga akan gagal kalau memilki suatu plot yang hebat tetapi sedikit atau tidak ada tema yang menunjangnya.

4.3.3.3 Jenis-jenis drama
            Keempat jenis lakon yang dimaksud tadi adalah tragedy, komedi melodrama, dan farce. Berikut ini akan diperbincangkan satu persatu secara singkat.

4.3.3.3.1 Tragedi
            Tragedi adalah jenis drama yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a.       Sebuah lakon sedih, atu lakon tragis haruslah mengenai suatu subyek yang serius.
b.      Sang pahlawan atau pelaku utama haruslah merupakan seseorang atau pesona yang memiliki sifat-sifat kepahlawanan, sifat-sifat yang gagah berani.
c.       Tidak ada kepercayaan yang besar yang harus diletakkan pada kesempatan ataupun kejadian yang sebetulnya saja; peristiwa-peristiwa atau insiden-insiden itu haruslah jujur, murni. Apa-apa yang terjadi haruslah terjadi.
d.      Rasa kasih dan takut merupakan emosi-emosi dasar pad lakon.

4.3.3.3.2 Komedi
            Komedi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a.       Lakon itu meungking mengenai suatu subjek yang serius atupun yang ringan, tetapi senantiasa memperlakukan subjeknya pada taraf dan nada yang ringan.
b.      Lakon ini mengenai peristiwa-peristiwa yang bertaraf mungkin ataupun besar kemungkinan terjadi.
c.       Apa-apa yang terjadi muncul dari tokoh bukan dari situasi.
d.      Gelak tawa yang ditimbulkan oleh lakon ini adalah sejenis gelak-tawa akan kelucuan yang bijaksana.
            Dibawah ini akan diutarakan cirri-ciri khusus kedua jenis lakon lainnya iaitu:

4.3.3.3.3 Melodrama.
            Sebuah melodrama memiliki cirri-ciri berikut ini:
a.       Mengetengahkan serta menampilkan suatu subjek yang serius, tetepai para tokohnya tidak seontentik atau sama ontentiknya dengan para tokoh yang terdapat dalam teragedi.
b.      Unsur  kesempatan atau kejadian yang kebetulan ada masuk kedalamnya.
c.       Emosi atau rasa kasih memang ditimbulkan, tetapi cenderung kearah sentimentalitas, kaluaupun ada maka sedikit sekali rasa ketakutan yang ditimbulkan.
d.      Sang pahlawan senantiasa memenangkan perjuanganya.

4.3.3.3.4 Farce
            Seperti halnya melodrama erat berhubungan tragedi, maka farce erat berhubungan dengan komedi. Tokoh-tokoh dan incident-insident dalam suatu farce memang terlalu dibesar-besarkan, dan penekanan lebih dititik beratkan kepada plot ketimbang karakterisasi. Sauatu frase memiliki cirri-ciri berikut ini:
a.       Peristiwa-peristiwa dan tokoh-tokohnya yang terdapat pada lakon inimemang mungkin ada, tetapi tidak begitu besar kemungkinananya.
b.      Menimbulkan kelucuan yang tidak karuan.
c.       Bersifat episodic, memerlukan kepercayaan pada saat itu saja.
d.      Segala yang terjadi dari situasi, bukan dari tokoh.
            Yang penting kita ingat iyalah bahwa farce menarik bagi orang atau masyarakat yang berbudaya yang berbudi halus.

4.3.4 Pola-pola fiksi
            Berikut ini akan diperbincangkan satu persatu secara singkat.

4.3.4.1 Pengertian fiksi
            Fiksi merupakan penyajian atau peresentasi seorang pengarang memandang hidup ini. Penulis fiksi akan menulis ide-idenya dan perasan-perasaanya mengenai kehidupan dalam penyajian gerak, dan bukan dalam pernyataan umum. Tujuanya adalah untuk membuat para pembaca kritis dan cermat serta teliti terhadap bagian-bagian pengalaman manusia yang terpilih dan terkontrol, sehingga dia dapat menentukan ide dan perasaan yang dimiliki oleh sang penulis mengenai kehidupan pada umumnya.
            Dengan singkat dapat dikatakan bahwa fiksi adalah suatu istilah yang digunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis, dari uraian yang bersifat historis, dengan penuh penunjukan khusus atau penekanan khusus pada segi sastra.

4.3.4.2 Fiksi dan non fiksi
            Perbedaan utama antara fiksi dengan non fiksi terletak pada tujuan. Maksud dan tujuan dari cerita atau narasi non fiksi, seperti sejarah, biografi, cerita berita, dan cerita perjalanan, adalah untuk menciptakan kembali (to re create) apa-apa yang telah terjadi secara actual.
            Narasi non fiksi mulai dengan mengatakan " ini semua adalah fakta-fakta" sedangkan:
            Narsi fiksi mulai dengan mengatakan "kalau seandainya ini semua adalah fakta-fakta", (maka beginilah yang akan atau harus terjadi)
            Dapat juga kita katakana bahwa cerita non fiksi bersifat actual, sedangkan cerita fiksi bersifat realitas.
            Kesimpulanya ialah bahwa cerita non fiksi bersifat aktualitas. Aktualitas adalah apa-apa yang benar-benar terjadi; sedangkan realitas adalah apa-apa yang dapat terjadi.

4.3.4.3 Unsur-unsur fiksi
            Dalam penulisan subuah fiksi perlu diperhatikan benar-benar prinsip-prinsip serta maslah-masalah teknis berikut ini:
a)      Permulaan dan eksposisi (beginning and expotision)
b)      Pemeriah dan latar (descriptision and setting)
c)      Suasana (atmosphere)
d)     Pilihan dan saran (selection and suggestion).
e)      Saat penting ( key moment)
f)       Puncak;klimaks (climax)
g)      Pertentangan, konflik (conflict).
h)      Rintangan, komplikasi (complication)
i)        Pola atau model (pattern or disegn)
j)        Kesudahan;kesimpulan (denouement)
k)      Tokoh dan aksi (character and action)
l)        Pusat minat (focus of interest)
m)    Pusat tokoh (focus of character)
n)      Pusat narasi (focus of narration: poin of view)
o)      Jarak (distance)
p)      Skala (scale)
q)      Langkah (pace) (brooks and warren, 1959:644-8)
            Khusus bagi cerita pendek yang lengkap, maka unsur-unsur dibawah ini harus memiliki:
a)      Tema (theme)
b)      Plot, perangkap atau konflik dramatic.
c)      Pelukis watak (character delineation).
d)     Ketegangan dan pembayangan ( suspance and foreshadowing)
e)      Kesegaran dan suasana (immediacy and atmosphere).
f)       Poin of view.
g)      Focus terbatas dan kesatuan (limited focus and unity)
            Fiksi dapat dipandang dari dua segi: pertama dari segi hakekat, dan kedua dari segi pembuatan.
            Demikianlah dari segi "keapaan" perlu diperhatikan unsure-unsur ini:
a.       Suspenses (ketegangan)
b.      Plot (alur isi cerita)
c.       Unity (kesatuan)
d.      Logic (logika).
e.       Interpretation (penafsiran).
f.       Belief (kepercayaan).
g.      The total experience which fiction gives (keseluruhan pengalaman yang diberikan oleh fiksi).
h.      Setting (lattar).
i.        Atmosphere (suasana).
            Sedangkan segi pembuatan fiksi, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
a.       Selectivity (kemampuan memilih; menyaring)
b.      Focus (pusat; focus.
c.       Poin of view (sudut pandang).
d.      Style (gaya hidup).
e.       Exposition (eksposisi, awal, penjelasan).
f.       Movement (gerakan).
g.      Conflict (konflik, pertentangan) (books, purser, and warren,1952: 9-28)

4.3.4.3.1 Tema
            Tema merupakan hal yang paling penting dalam seluruh cerita. Brooks and Warren  mengatakan bahwa " tema adalah dasar atau makna sesuatu cerita atau novel","theme is the point or meaning of a story or novel" ( Brooks and Warren;1959:688).
            Sedangkan Brooks, Purser, and Warren member penjelasan sebagai berikut: tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu, yang membangun  dasar atau ide utama suatu karya sastra" (Brooks, Purser, and Warrren, 1952:820). 

4.3.4.3.2 Plot
            Istilah lain yang sama maknanya dengan plot ini adalah trap atau dramatic conflict. Suatu fiksi haruslah bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu pertengahan, menuju suatu akhir.  Dalam sastra bagian-bagian tersebut lebih dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi. Dan titik yang memisahkan komplikasi dan resolusi disebut klimaks.
            Demikianlah, " setiap cerita biasanya dapat di bagi dalam 5 bagian:
1)      Situasion ( pengarang mulai melukiskan suatu keadaan ).
2)      Generating circumstances  ( peristiwa yang bersangkut-pautmulai bergerak).
3)      Rising action ( keadaan mulai memuncak).
4)      Climax ( peristiwa-peristiwa mencapai klimaks).
5)      Denouement (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)."

4.3.4.3.3. Pelukisan watak.
            Ada beberapa carayang dapat dipergunakan oleh pengarang untuk melukiskan rupa, watak, atua pribadi para tokoh tersebut; antara lain:
a)       Phisical description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon).
b)      Portrayal of thought stream or of conscious thought ( melukiskan jalan pikiran para pelakon atau apa yang melintas dalam pikirannya.
c)      Reaction to event (melukiskan bagamana reaksi pelakon itu terhadap kejadian-kejadian).
d)     Direct author analysis ( pengarang dengan langsung mengalisis watak pelakon)
e)      Discussion of environment ( pengarang melukiskan keadaan sekitar pelakon. Misalnya dengan melukiskan keadaan dalam kamar pelakon, pembaca akan dapat kesan apakah pelakon itu orang jorok, bersih, rajin, malas dan sebagainya).
f)       Reaction of other to character (pengarang melukiskan bagaiamana pandangan-pandangan pelakon-pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelakon utama itu.
g)      Conversation of other about character (pelakon-pelakon lainnya dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan pelakon utama; dengan demikian  maka secara tidak langsung pembaca dapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai pelakon utama itu)."

4.3.4.3.4 Konflik
            Konflik merupakan bagian penting dalm suatu cerita. Misalnya terjadi konflik sebagai berikut:
a)    antara manusia dengan manusia
b)    antara manusia dengan masuarakat
c)    antara manusia dengan alam sekitar
d)   antara suatu ide dengan ide lain
e)    antara seseorang dengan katahatinya, dengan das I ch-nya.
            Jenis konflik a, b, dan c diatas dapaat di sebut physical conflict, external konflick, atau conflict jasmaniah sedangkan jenis konflik d dan e disebut psychologicial conflict, internal conflict, atau konflik batiniah.
            Segala fiksi mengandung konflik.

4.3.4.3.5 Latar
            Secara singkat, setting adalah "latar belakang fisik, unsur tempat dan ruangan, dalam suatu cerita" the physical background, the element of pleace, in a story.
            Latar atau seting dapat digunakan untuk beberapa tujuan, antara lain:
            Pertama-tama, suatu latar yang dapat dengan mudah dikenal kembali, dan juga dilukiskan dengan terang dan jelas serta muda di ingat.
            Kedua, latar suatu cerita dapat mempunyai suatu relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dengan arti umum suatu cerita.
            Ketiga, kadang-kadang mungkin terjadi bahwa latar itu dapat bekerja demi maksud-maksud yang lebih terarah untuk menciptakan suatu suasana yang lebih serasi.

4.3.4.3.6 Pusat (focus)
            Yang dimaksud dengan focus disini adalah tempat suatu materi karya imajinasi berkonsentrasi, bertumpuh. Fokos dapat tertuju pada tokoh, pada suatu ide, pada suatu latar, dan sebagainya.
            Disini akan dipeerbincangkan sepintas lalu:
a)       pusat minat (focus of interest)
b)      Pusat tokoh (focus of character)
c)      Pusat cerita (focus of narration).

4.3.4.4 Jenis-jenis fiksi.
            Ada beberapa cara untuk mengclarifikasikan fiksi, misalnya:
a)      Bedasarkan bentuk.
b)      Berdasarkan isi
c)      Bedasarkan kritik sastra.

4.3.4.4.1 Berdasarkan bentuk.
            Bedasarkan bentuknya, fiksi itu dapat kita bagi atas lima golongan, yaitu:
a)      Nivel istilah kita roman, dari bahasa belanda.
b)      Novelette ( istilah kita novel, dari basa belanda "novella" Yang pada giliranya berasal dari bahasa perancis "nouvelle" yang berarti hal yang baru.
c)      Short story (istilah kita cerita pendek).
d)     Short short story (dapat kita namakan cerita singkat).
e)      Vignette (dinamakan begita karena sangat singkat) dan hanya memakan tempat sedikit; vignette (bahasa perancis) atau gambar kecil untuk hiasan yang dalam bentuk mula-mulah berupa cabang pohon anggur).

4.3.4.4.2 Berdasarkan isi
            Berdasarkan isinya, fiksi dapat kita bagi atas delapan jenis, yaitu:
a)      Impresionisme
b)      Romantic
c)      Realism.
d)      Sosialis-realisme
e)      Realisme sebenarnya
f)        Naturalism
g)      Ekspresionisme
h)      Simbolisme
            Beikut ini di sajikan pengertian setiap istilah tersebut secara singkat.
            Impresionisme bararti penjelmaan pikiran, perasaan dan bentuk-bentuk dengan cara sendirian (sugesti) dan bukan dengan penjelasan yang sepenuh-penuhnya".
            Romantic adalah cara mengarang yang mengidialisasikan penghidupan dan pengalaman mnausia, yang menletakkan tekanan yang lebih berat pada apa-apa yang lebih baik, lebih enak, lebih indah dalam penghidupan dan pengalaman manusia.
            Realism adalah cara menulis yang hanya memperhatikan manifestasi jasmani (materi) dan yang kelihatian dari luar, dari penghidupan, hanua memperhatikan simptom dan bukan sebab-musebab penghidupan.
            Sosialis realism adalah cara melukis penghidupan yang matrealistis dan dangkal berdasarkan pada dogma. Menurut pengertian ini manusia adalahsuatu kesaruan ekonomis yang dikuasai oleh alam sekitar.
            Realism sebenarnya adalah melukiskan kenyataan jasmani dan kenyataan rohani secara harmonis dan logis.
            Naturalism adalah suatu cara menulis yang melukis dengan cermat dan teliti apa yang dapat dilihat, dirasa oleh panca indra.
            Ekspresionsme merupakan penyembuaran yang terpancar dari dalam jiwa pengarang sendiri.
            Simbolisme. Banyak dipergunakan symbol-simbol. Sebuah symbol adalah sebuah benda, sesuatu yang kongkrit.

4.3.4.4.3 Berdasarkan kritik sastra
            Dalam mengatagorikan novel dan fiksi pada umumnya Robert Liddel membuat pembagian sebagai berikut:
I.  Novel yang menuntut kritik sastra yang serius.
1.      Novel-novel yang baik.
2.      Novel-novel yang mungkin saja baik.
II. Novel-novel yang berda di bawah tarafkritik sastra yang serius.
a)      Taraf sedang
b)      Taraf rendah
Sudut pandang sosiologi dan satropologi, perbedaan antara karya "taraf sedang" dan "taraf rendah" itu sangat besar manfaatnya.


4.3.4.5 Peranyaan-pertanyaan pembimbing menresensi fiksi.
            Adapun pertanyaan-pertanyaan pembimbing yang dimaksudkan itu, antara lain:

A. Tema.
1)      Apakah tema cerita itu?
2)      Apakah tema itu sah dan benar sebagai kebenaran umum?

B. Poin of view:
1)      Dari sudut poin of  view siapakah cerita itu diceritakan?
2)      Apakah poin of view itu dijalankan dengan konsekuen dalam seluruh cerita?

C. Tokoh:
1)      Apakah penokohan disajikan secara langsung, yaitu apakah pengarang ada merangkumkan sifat-sifat tokoh tersebut dan menceritakan kepada pembaca apa dan bagaimana pikiran-pikiran mereka itu?
2)      Berapa banyak di antara penokohan itu yang dilakukan secara tidak langsung melalui dialog para tokoh, tindakan-tindakan meekan. Serta reaksi-reaksi yang lainnya terhadap mereka?
3)      Apakah tokoh-tokoh itu "real"? apakah mereka bermain wajar dan hidup?
4)      Apakah yang dikehendaki oleh para tokoh itu, dan apa sebabnya mereka menghendakinya?
5)      Bagaimanakah hubungan (cara menghubungkan) para tokoh dengan tema cerita itu?

D. Plot:
1)      Insiden-insiden apakah yang telah dipilih untuk melayani tema cerita itu?
2)      Apakah terdapat hubungan wajar dan baik antara tema dengan isiden-insiden itu?
3)      Mengapa insiden-insiden itu lebih menonjol dari pada yang lainya?
4)      Apa insiden-insiden itu disusun secara rapid an baik sehingga dapat memberikan suatu penekanan yang penting dan berguan?
5)      Apakah insiden-insiden itu wajar, hidup, dan signifikan?

E. Bahasa:
1)      Apakah bahasa cerita itu tajam, lincah, dan sugestuf?
2)      Gaya bahasa apakah yang dipergunakan dalam cerita itu?
3)      Apakah penggunaan bahasa itu tepat, wajar, dan hidup?

4.4 Membaca kritis.
            Membaca kritis (atau critical reading) adalah sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh teggang hati, mendalam, evaluative, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan.
            Pada umumnya membaca kritis ( atau membaca interpretative, ataupun membaca kreatif) ini menuntut dari para pembaca agar mereka:
a)      Memahami maksud penulis
b)      Memahami organisasi dasar menulis
c)      Dapat menilai penyajiaan dasar menulis/pengarang.
d)     Dapat menerapkan perinsip-perinsip kritis pada bacaan sehari-hari.
e)      Meningkatkan minat baca, kemampuan baca dan bepikir kritis.
f)       Mengetahui prinsip-prinsip pemilihan bahan bacaan
g)      Membaca majalah atau publikasi-publikasiperiodik yang serius.

4.4.1 Memahami maksud penulis
            Langkah pertamayang harus dilakukan dalam membaca kritis adalah menentukan serta memahami maksud dan tujuan penulis. Kebanyakan penulisan memenuhi satu ( atau lebih) dari keempat tujuan umum wacana (discouse) yaitu: memberitahu (to infrom), meyakinkan (to convice, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persauade), atau menghibur (to entertain).
            Dalam membaca serta memahami maksud penulis ini, perlu kita lakukan hal-hal berkut ini:
a)      Carilah pada paragraf-paragraf pendahuluan suatu pernyataan mengenai maksud penulis; kemudian cari pada paragraf-paragraf penutup suatu uraian lain ataupun penjelas terhadap maksud tersebut.
b)      Perhatikan baik-baik bagai mana caranya maksud penulis tersebut menentukan ruang lingkup pembicaraanya.
c)      Perhatikanlah dengan seksama bagaimana caranya maksud tersebut kerapkali menentukan organisasi serta menyajikan bahanya itu.
d)     Carilah dan dapatkan maksud-maksudnya yang tersirat, yang tersembunyi. Misalnya surat dagang mungkin mencoba untuk mendesak mengajak kita untuk kembali ke sesuatu.

4.4.2 Memanfaatkan kemampuan membaca dan berfikir kritis.
            Sebagai orang pembaca yang bertanggungjawab, maka kita hendaklahmemperhatikan hal-hal berikut ini dalam membacaatau menyimak pembicaraan-pembicaraan yang kontrovelsial:
a)      Harus yakin kita membaca atau menyimak untuk memahami apa yang disajikan sebelum kita mulai mrngutarakan pendapat mengenai hal itu. Harus lah rela dan terbuka untuk menerima pendapat atau pandangan orang lain. Pemahaman atau pengertian haruslah selalu mendahului penilaian.
b)      Setelah kita yakin bahwa kita telah memberikan sesuatu pendengaran yang jujur terhadap penyajian atau uraian orang lain, analisis lah asumsi-asumsi dan perdugaan-perdugaan kita sendiri untuk meliaht apakah kita berpikir secara jelas dan objektif, ataukah tidak.
c)      Jangan biarka person-perasaan serta prasangka-prasangk kita menyebabkan kita hanayamengingat fakta-fakta dan alas an-alasan serupa itu sebagai penunjangterhadap pandangan kita sendiri sebelumnya.
d)     Jangan biyarkan keinginan kita untuk membantah serta menyangkal, mencegah pemahaman kita terhadap penyajian, uraian orang itu. Jangan biarkan perhatian kita menantang atau menambah hal-hal tertentu, yang dapat menyebabkan kita kehilangan keseluruhan uraian orang itu.
e)      Cobalah logika penyajian itu dari sudut maksudnya serta asumsi-asumsi penulis itu sendiri. Kemudian lihatlah bagai mana pandangannya berbeda dengan pandangan kita, dan juga perhatian secara luas akan hal-hal apa yang kita dapa t seiring-sejalan dengan pandangan serta keterangan-keteranganya.

4.4.3.  Memahami organisasi dasar tulisan.
            Maksud penulisan dalam menulis suatu artikel sebgian besar menentukan sifat dan lingkup pembicaraannya, rangka dasarnya, dan sikap umum serta pendekatannya. Biasanya penyajian seseorang penulis dibagi menjadi tiga bagian yaitu pendahuluan, isi, dan kesimpulan.

4.4.4.  Menilai penyajian pengarang
            Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan dari berbagai segi, antara lain:
a)      Darisegi informasi
b)      Dari segi logika
c)      Dari segi bahasa
d)     Dari segi kualifikasi
e)      Dari segi sumber-sumber informasi yang dipergunakan oleh seorang pengarang.

4.4.5.  Menerapkan perinsip-perinsip kritis pada bacaan sehari-hari.
            Sebagai tambahan terhadp hal-hal umum yang telah di utarakan tadi, maka para pembaca yang berpengalaman juga harus memperhatikan hal-hal lain, seperti:
A. penyensuran tersembunyi (hidden censorship)
            Berita-berita yang tidak dicetak kerap kali menyatakan kebijaksanaan tajuk rencana sebanyak tercetak.

B. Pilihan bahasa.
            Apakah apakah Koran kita mempergunakan kata-kata yang nampaknya obyektif, tetapi sebenarnya merupakan suatu bentuk yang membelokan berita itu? Bandingkanlah nomina-nomina, verba-verba, dan kata-kata yang menentukan sifat, misalnya, dalam melapirkan perundingan-perundingan antara penguasa industry dan karyawan/buruh.

C. Posisi
            Posisi dan panjangnya sesuatu artikel berita kerap kali mencerminkan sekema nilai para editor (redactor).

4.4.6.  Meningkatkan minat membaca.
            Seorang sarjana pernah mengatakan, bahwa orang yang membaca dengan baik adalah orang yang biasanya berpiki baik, dia memiliki suatu dasar pendapat dan suatu batu ujian bagi pertimbangan.
            Untuk meningkatkan minat membaca ini, maka perlu sekali kita berusaha:
a)      Menyediakan waktu untuk membaca.
b)      Memilih bahan bacaan yang baik. Di tinjau dari norma-norma kekritisan yang mencakup norma-norma estetik, sastra, dan moral.

4.4.6.1.  Menyediakan waktu untuk membaca.
            Alasan yang umum untuk tidak membaca adalah kekurangan waktu.

4.4.6.2.  Membaca yang baik.
            Menyediakan wakru membaca sangat erat berhubungan dengan salah satu aspek yang paling penting dari membaca kritis, iaitu mengetahui apa yang baik dan dan bermanfaan untuk membaca. Pertimbangan-pertimbangan berikut ini akan ddapat menolong membimbing pilihan kita terhadap bacaan pada pada waktu terluang.
1.      Beberapa buku dibaca demi kesenangan.
2.      Beberapa buku dibaca dengan maksud agar tetap mengetahui  perkembangan-perkembangan di dunia.
3.      Beberapa buku di tetepkan sebagai buku klasik,buku-buku yang ditulis oleh sang pengarang terkenal, yang karya-karyanya dianggap sebagai suatu unsure latar belakang orang yang berpendidikan, yang esendial, yang penting sekali.
4.      Beberapa buku dipilih sebagai rekomendasi atau pujian orang lain.
5.      Beberapa buku dibaca karena ditulis oleh pengarang yang telah dikenal oleh sang pembaca.
6.      Beberapa dari bacaan kita, dapat dibuat dalam biografi atau sejarah.
7.      Beberap buku yang ada kaitanya dengan minat-minat kejuruan dan kegemaran kita akan ternyata menarik serta informative (banyak member/berisi penerangan).

4.4.7 Prinsip-prinsip pemilihan bahan bacaan.
            Uraian-uraian terdahulu akan menolong kita untuk menetapkan buku-buku yang ingin kita baca.

4.4.7.1 Buku-buku yang pantas dibaca.
            Beberapa orang ridak pernah bangkit dan berdiri  diatas mentalitas buku-komik.
            Buku-buku atau artikel-artikel yang bersifat informatif kerap kali menolong kita menginterprestasikan dan mengevaluasi bukan hanya kita baca, tetapi juga apa yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Buku-buku menolong kita memahami bangsa lain sehingga kita dapat menjadi lebih simpatik terhadap aspirasi-aspirasi mereka dan juga kekuranga-kekurangan mereka.

4.4.7.2 Norma-noram kritis.
            Secara singkat hal yang dapat dipertimbangkan dan dipikirkan di bawah tiga judul, yaitu:
a)      Norma-norma estetik,
b)      Norma-norma sastra, dan
c)      Norma-norma moral.

4.4.8 Membaca majalah
4.4.8.1 Tingkat-tingkat tuntutan/daya pikat.
            Salah saru fenomena yang menarik mengenal abad modern ini adalah munculnya beraneka ragam publikasi periodic atau penerbitan berkala yang hamper-hampir tidak terbatas jumlahnya. Beberapa majalah memang ditunjukan pad masyarakat umum, tetapi kerap pula berisi artikel-artikel berkala dan informative, yang harus dibaca secara kritis tetapi dengan cepat.
            Publikasi type ketiga adalah yang bersifat lebih selektif dalam tuntutan terhadap penikmatnya. Majalah-majalah yang disebut majalah kualitas itu cenderung membincangkan dengan serius masalah-masalah politik, falsafah, sejarah, religi, dan bidang-bidang minat lainya bagi para pembaca yang bijaksana dan sensitive. Salah satu cara untuk menjaga agar kita tetap hidup secara intlektual, mempunyai pandangan luas, tidak ketinggalan zaman, setelah meninggalkan bangku sekolah, adalah menjadi pembaca tetap salah satu atau lebih majalah-majalah yang bernilai baik.

4.4.8.2.  Analisis komperatif terhadap dua artikel
            Seringkali dapat kita saksikan adanya dua artikel atau lebih  yang membicarakan masalah yang sama. Apabila demikian halnya, dan masalah yang dibicarakan masalah yang sama. Apabila demikian halnya, dan masalah yang dibicarakan menarik perhatian kita, buatlah suatu analisis komperatif terhadap keduanya dengan cara berikut ini:
a)      Baca sekilas kedua artikel untuk mengadakan suatu survey mengenai isinya. Formulasikanlah sejumlah pertanyaan yang hedak dicari jawabanya dalam bagian itu. Kemudian bacalah artikel itu dengan seksama.
b)      Buatlah sebuah rangka dasar singkat yang menggambarkan organisasi dasar setiap artikel.
c)      Artikel yang manakah yang dianggap di tulis lebih baik? Atau adahkah terdapat perbedaan yang cukup besar dalam kualitas?
d)     Apakah salah satu artikel kelihatan mengubah fakta-fakta untuk menolak mendukung kasusnya? Apakah ada sesuatu perbedaan dalam penekanan yang dapat pertanggungjawabkan oleh pandangan dasar dasar penulis atau tema pembicaraanya?
e)      Perhatikan asumsi-asumsi  dasar kedua penulis itu. Apakah ada sesuatu perbedaan dalam sekala-sekala nilai mereka?
f)       Apakah kedua penulis itu memperhatikan perhatian-perhatian umum yang sama dalam kehidupan pribadi mereka?
g)      Apakah salah seorang penulis mempergunakan kata-kata yang mengandung nilai-nilai emosional atau kono tatif yang dapat mempengaruhi pembaca untuk menerimanya atau menentang kedudukanya?

4.5.  Membaca ide
            Yang disebut membaca idea atau reading for ideals adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.
            Semua bahan bacaan merupakan sumber topik-topik bagi diskusi, percakapan, penuturan cerita, penjelas, laporan, serta serta kegiatan-kegiatan lisan dan tulisan lainya. Sumber, bahan, atau saluran bagi komunikasi berikutnya dan mendatang, merupakan fungsi utama membaca.
            Agar kita dapat mencari, menemukan, serta dapat keuntungan dari ide-ide yang terkandung dalam bacaan, maka kita harus berusaha membuat diri kita menjadi pembaca yang baik atau a good reader. Berikut ini akan diperbincangkan apa yang disebut pembicara yang baik.

4.5.1.  Pembaca yang baik tahu mengapa dia membaca.
            Syarat pertama bagi setiap pembaca yang baik ialah bawa dia tahu dan sadar mengapa dia membaca. Dua buah maksud yang paling umum adalah:
a)      Memcari informasi.
b)      Menikmati bacaan.

4.5.2.  Pembaca yang baik memahami apa yang dibacanya.
            Syarat kedua bagi setiap pembaca yang baik adalah memahami benar-benar apa yang dibacanya. Pemahaman sangat sangat dibantu oleh refleksi atau pemikiran terhadap apa yang dibaca.
            Pemahaman sesungguhnya tidak sempurna sampai pikiran atau refleksi serupa itu berlangsung. Di perguruan tinggi, persiapan untuk unjian menuntut refleksi ini dan mentrasformasikan (kegiatan) membaca menjadi (kegiantan) belajar.

4.5.3.  Pembaca yang baik harus harus menguasai kecepatan membaca.
            Syarat ketiga bagi setiap pembaca ialah memiliki ragam kecepatan membaca, dapat menyesuaikannya dengan sifat cetakan yang menuntut perhatiannya. Dai harus mengetahui beberapa hal, antara lain:
a)      Membaca sekilas, memetik secara kasar tiga atau empat hal dalam satu halaman untuk memperoleh gambaran umum bagi sebagai suatu keseluruhan.
b)      Membaca dengan cepat (to scan), membaca segala sesuatu dengan cepat untuk mencari hal tertentu yang dia inginkan. Membaca cepat yang baik rata-rata 800-1000 kata dalam satu menit. Dia tidak akan dapat lulus ujian berdasarkan apa yang telah dibacanya dengan cepat, tetapi dia akan dapat apa yang dicarinya.
c)      Membaca demi kesenangan;  suatu cara membaca yang melewati saja hal-hal yang kurang menarik, dan membaca lambat-lambat hal-hal yang menarik hati atau dimana terdapat apresiasi yang kuat. Membaca seperti ini rata-rata 500-600 kata dalam  satu menit.
d)     Membaca secara serius bahan-bahan yang penting dan tidak akan kehilangan sesuatu hal. Membaca serius ini rata-rata dengan kecepatan 300-500 kata dalam satu menit.
4.5.4 Pembaca yang baik harus mengenal media cetak.
            Syarat yang keempat yang harus dimiliki oleh pembaca yang baik adalah bahwa dia harus mengenal bentuk-brntuk kontemporer media cetak, yang meliputi:
a)      Papersbacks (buku saku, buku berjilid tipis, kulit kertas)
b)      Media grafika (komok;kartun, foto; penyajian statistic, grafis, diagram, peta, dan lain-lain).
c)      Majalah
d)     Surat kabar (cf. Salisbury; 1955:317-80).


BAB V
MEMBACA TELAAH BAHASA
5.1 Pendahuluan.
            Dalam bab terdahulu telah diperbincangkan dengan agak panjang lebar satu jenis menbaca intensif, yaitu membaca telaah isis atau content study reading. Pada bab ini akan di perbincangkan satu jenis lagi membaca intensif, yaitu membaca telaah bahasa atau language study reading.
            Pada hakekatnya segala sesuatu- terlebih-lebih sesuatu yang kongkrit-- itu terdiri atas bentuk dan  isi, atas form and meaning, atas jasmani dan rohani. Begitu pula dengan bacaan, yang terdiri dari isi (content) dan bahasa (language). Isi dianggap sebagai yang bersifat rohaniah, sedangkan bahasa sebagai yang bersifat jasmaniah. Kedua-duanya merupakan dwi tunggal yang utuh.
Membaca telaah bahasa mencakup pula:
a.       membaca bahasa (asing) atau (foreign) language reading
b.      membaca sastra(literary reading).

5.2.  Membaca bahasa
            Tujuan utama pada membaca bahasa ini adalah
1.      memperbesar daya kata (increasing word power)
2.      mengembangkan kosa kata (developing vocabulary).

5.2.1.  Memperbesar daya kata
            Dalam kegiatan membaca bahasa demi memperbesar daya kata, mak ada beberapahal yang harus kita ketahui, antara lain:
a.       ragam-ragam bahasa.
b.      Mempelajari makna kata dari konteks.
c.       Bagia-bagian kata.
d.      Penggunaan kamus.
e.       Makna-makna varian
f.       Idiom
g.      Sinonim dan antonym.
h.      Konotasi dan denotasi.
i.        Derivasi.

5.2.1.1. Ragam-ragam bahasa.
            Secara garis besarnya dibedakan 5 ragam bahasa, yaitu: bahasa formal, bahasa informal. Bahasa percakapan, bahasa kasar, bahasa silang.
            Bahasa formal atau bahasa resmi adalah bahasa yang dipakai pada saat-saat resmi oleh orang-orang yang dianggap mempergunakan bahasa yang baik.
            Bahasa informasi atau bahasa tidak resmi adalah bahasa yang dipakai pada situasi-situasi yang tidak resmi. Lebih banyak dipakai secara lisan dari pada secara tulis.
            Bahasa formal dan bahasa informal ini diklasifikasikan sebagai bahasa standart atau bahasa baku.
            Bahasa pencakap atau colloquage adalah bahasa yang umum dipakai dalam percakapan, bahasa yang telah kita pakai semenjak kecil.
            Bahasa kasar atau vugar language disebut juga bahasa yang tidak baku atau bahasa orang yang buta huruf.
            Bahasa silang adalah bahasa yang ditunjukkan pada kelompok-kelompok khusus serta terbatas.
            Bahasa teknis atau technical language adalah bahasa yang dipakai pada profesi-profesi tertentu (dokter, hakim, insinyur, dan lain-lain) yang telah mengembangkan kosa  kata sendiri.
5.2.1.2.  Mempelajari makna kata dari konteks.
            Kita dapat mempelajari makna kata melalui pengalaman. Semakin banyak pengalaman yang kita miliki, maka semakin kaya pulalah kosa kata kita
            Cara yang paling baik untuk menghidarkan kesukaran-kesukaran yang tersembunyi adalah berhenti sebentar memeriksa bagian kata yang belum lazim itu muncul. Bagian lisan atau tulisan tempat sebuah kata muncul disebut konteks, atau hubungan kata-kata.
            Konteks yang dapat mencerminkan makna suatu kata iaitu:
a.       Konteks dapat membatasi kata.
b.      Konteks yang dapat memasukan suatu perbandingan atau pertentangan, suatu komparasi atau kontras, yang dapat menolong kita memahami makna kata.
c.       Suasana (mood atau sence) bagian sebagai suatu keseluruhan sebagai makna kata.

5.2.1.3.  Bagian-bagian kata
            Sebagai tambahan terhadap penggunaan petunjuk-petunjuk konteks untuk menentukan makna suatu kata baru, kadang-kadang kita dapat pula memperhitungkan maknanya dari pengetahuan mengenai bagian-bagian berikut ini:
       I.            Prefix (atau awalan).
    II.            Root (akar atau dasar kata).
 III.            Suffiks (atau akhiran).
 IV.            Infiks (atau sisipan).

5.2.1.4.  Penggunaan kamus
            Mendemonstrasikan bagai mana cara memanfaatkan buku sumber terbesar dari segalanya, yaitu kamus, dalam pengembangau suatu kosa kata yang ekstensif.
            Kamus akan mengatakan secara tegas apakah suatu kata akan benar atau salah. Dari kamus kita akan belajar bentuk, jenis, dan kekerabatan kata-kata.
5.2.1.5.  Aneka makna
            Kita harus paham akan homonym yaitu kata yang sama bentuk dan bunyinya, tapi berlainan maknanya.
Misalnya:
Kukur I           "alat pemarut"
Kukur II          "bunyi balam atau burung terkukur"
Tanjung I         "sejenis bunga"
Tanjung II       "tanah yang mencolok ke laut"

5.2.1.6.  Idiom (ungkapan).
            Ekspresi-ekspresi atau kelompok-kelompok kata yang menuntut perlakuan khusus disebut idiom. Dengan kata lain, idiom adalah kelompok kata yang mengandung kata yang khusus.
            Idiom merupakan ekspresi yang tidak dapat dimengerti dari makna yang terpisah, maka sendiri-sendiri setiap kata dalam kelompok itu. Kata-kata itu harus diperlakukan "sebagai suatu keseluruhan".
Misalnya:
Buah ratap                   " isi ratap; kata-kata yang di ucapkan sambil menangis"
Buah baju                    "kancing"
Buah dada                   "susu;tetek"
Buah tangan                "oleh-oleh"
Buah tangan                "hasil karya"
Buah pikir                   "pendapat"
Buah pena                   "karanga"
Buah hati                     "kekasih"
Buah punggang           "ginjal'

5.2.1.7.  Sinonim dan antonym.
            Sinonim adalah kata yang mempunyai akna umum yang sama atau bersamaan tetapi berbeda dalam konotasi atau nilai kata.
Contoh:
Mati     "meninggal dunia"
            "mengembuskan nafas yang pengabisan"
            "mangkat"
            "wafat"
            "mampus"
            "Menutup mata buat selama-lamanya"
            Antonym adalah kata yang berlawanan maknanya.
Contoh:
Kaya-miskin
Pntar-tolol
Cantik-jelek



5.2.1.8.  Konotasi
            konotasi atau nilai-nilai ini cenderung menyentuh hati kita secara mendalam dan membangkitkan arus-arus dalam yang terpendam yang kadang-kadang mempesonakan kita dengan kejutan.
            Konotasi suatu kata adalah asosiasi-asosiasi yang ditimbulkan dalam hati kita.
            Secara umum terdapat tiga jenis kinotasi, yaitu konotasi peribadi (atau personal konotations) dan konotasi umum (atau general connotations). Konotasi pribadi adalah hasil dari pengalaman pribadi seseorang. Konotasi umumnya adalah hasil dari pengalaman orang-orang sebagai suatu kelompok sosial.
            Secara singkat setiap kata mempunyai arti pusat dan arti tambahan; mempunyai denotasi dan konotasi. Kalau denotasi mengacu pada batasan harfiah sesuatu kata.

5.2.1.9.  Derivasi kata
            Kalau kita memeriksa kamus mengenai kata astronomi kta dapat keteranga: astronomy,n (Gk. Astron, astar + nemein, to arrage)
            Kata astronomi berasal dari bahasa greek, bahasa yunani dan terdiri dari dua bagian:
a.       Astron yang berarti bintang, dan
b.      Nemein yang berarti menyusun; menata"
            Ilmu astronomi adalah suatu ilmu yang menelaah susunan bintang, tata surya.

5.2.2.  Mengembangkan kata-kata kritik
            Upaya memeperbesar daya kata hanya dapat berhasil dengan baik bila diikuti oleh upaya mengembangkan serta memperkaya kosa kata, terlebih-lebih kosa kata yang ada kaitannya dengan kritik (atau criticism). Dalam upaya mengembangkan  kosa kata kritik ini, perlu kita ketahui beberapa hal, antara lain:
a. bahasa kritik sastra
b. memetik makna dari konteks
c. petunjuk-petunjuk konteks

3.2.2.1. Bahasa kritik sastra
            Adanya dua fakta yang sangat penting mengenai kata-kata:
(i) Kebanyakan kata  dalam pemakaian umum mengandung lebih dari satu makna
(ii) Kita tidak akan pernah memperoleh segala makna dari sesuatu kata dalam setiap pertemuan dengannya.
            Orang yang melukiskan dunia hanya dengan istilah istilah yang menyangkut bagaimana dia merasai hal itu tersebut "guilty of egotism". Inilah suatu sampel, yang dapat dimanfaatkan:
            Pribadi                         Gaya                Intelegensi       Karakter
            hangat                         kasar                cepat                egois
            menyendiri                  luwes               lincah               tidak egois
            menyelok                     penjilat                        lamban             egosentris
            menakutkan                 rendah hati      siap sedia         terpercaya
            memuakkan                 kaku                                        terandalkan
            meluap                         periang                                                kuat
            ramah tamah                cemberut                                 sukar
            penuh semangat          terus terang                             bersih


5.2.2.2.  Memetik makna dari konteks.
 Contoh:
(i)                 Anak itu semenjak lahir sudah bisu.( bisu " tidak dapat berbicara").
(ii)               Waktu ditanya oleh polisi, pencuri itu bisu seribu kata (bisu "diam").
(iii)             Lebih baik membisukan diri daripada mengucapkan kata-kata makian. (   membisukan diri "menahan diri; berdian diri").
            Tiga jenis makana yaitu:
a.  makna yang bersifat menunjukkan (designative meaning)
b. makna konotatif (connotative meaning)
c. makna denotative (denotative meaning)
            makna denotative sesuatu kata - atau yang sering kita sebut denotasinya-- adalah sesuatu atau segala sesuatu yang dapat diterapi oleh kata tersebut. Makna denotative ini di sebut juga makna ekstensional (extensional meaning), yaitu segala sesuatu dalam dunia pengalaman yang dapat dilukiskan atau diwakili oleh suatu lambing.
            Makna designatif sesuatu kata adalah jumlah karakteristik yang harus dimiliki oleh benda tertentu kalau kata itu ditetapkan padanya.
Makna konotatif sesuatu kata adalah segala sesuatu yang disarankan, yang dianjurkan oleh kata itu; segala sesuatu yang teringat atau yang diingatkan kalai kita memikirkan sesuatu yang dinamai oleh kata itu.

5.2.2.3.  Petunjuk-petunjuk konteks
Secara garis besarnya, terdapat lima cara konteks mencerminkan makna, yaitu;
Definisi atau batasan. Metode yang paling jelas dan lansung memcerminkan makna adalah dengan batasan atau definisi pada saat itu juga.
Contoh:
Sekarang dia sedang meperdalam pengetahuannya mengenai psikolinguistik, "suatu pendekatan gabungan antara psikologi dan linguistic terhadap telaah belajar bahasa-bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang berhubungan yang kurang begitu dapat dicapai terhadap salah satu ilmu itu secara terpisah.

5.3.  Membaca sastra
Keindahan suatu karya sastra tercermin dari keserasian, keharmonisan antara keindahan bentuk dan keindahan isi. Seorang pembaca harus dapat membedakan bahasa ilmiah da bahasa sastra; dia harus mengenal serta memahami jenis-jenis gaya bahasa, figurative language, atau figurative use of words.

5.3.1.  Bahasa ilmiah dan bahasa sastra
Memperbincangkan prebedaan penggunaan bahasa dalam karya ilmiah dan karya sastra, maka pada dasarnya kita memperbincangkan masalah konotasi dan denotasi dalam kegiatan menulis.
Bahasa ilmiah pada umumnya bersifat denotative; dan bahasa sastra umumnya bersifat konotatif.

5.3.2.  Gaya bahasa
Pembicaraan mengenai gaya bahasa ini akan kita batasi pada hal-hal yang umum saja, antara lain;
a.       perbandingan, yang mencakup metafora, kesamaan dan analogi.
b.      hubungan, yang mecakup metoninia, dan sinkdohe
c.       taraf pernyataan, yang mencakup hiperbola, litotes dan ironi.

5.3.2.1.  Perbandingan
            Gaya bahasa metafora, kesamaan, dan analogi sama-sama membuat komparasi atau perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi, didalamnya terlibat dua ide: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan yang menjadi objek; dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi; dan kita menggantikan yang belakangan ini menjadi terdahulu tadi.
Contoh:
"nani adalah gadis ramah tetapi sukar dedekati, sukar ditebak isi hatinya".
Diganti dengan:
"Nani jinak-jinak merpati"

5.3.2.2.  Hubungan
            Sinekdohe adalah metonimia termasuk gaya bahasa hubungan (relationship); kedua-duanya menggantikan nama sesuatu dengan yang lainnya yang ada hubungannya.
Metonimia adalah penggunaan sutu kata bagi yang lainnya yang dimaksud:
a.       materi bagi obyek yang terbuat dari padanya:
karet bagi penghapus pensil yang terbuat dari karet;
b.      pencipta atau sumber sesuatu:
Shakespeare buat drama-drama karya Shakespeare; Jawa bagi kopi jawa.
c.       Sesuatu kata yang ada hubungannya yang erat dengan obyek:
Tribun bagi pengunjung.

            Metonimia, suatu gaya bahasa umum (baik dalam pemakaian formal atau general) menggambarkan salah satu cara perubahan makna kata: penggunaan mahkota bagi raja, hati bagi pemberanian dan simpati, serta penggunaan berratus-ratus kata lainnya yang bersamaan dengan itu telah memberi makna-makna sekunder yang pasti terhadap kata-kata tersebut.


5.3.2.3.  Persyaratan
            Dari segi tarafnya, maka pernyataan ini terbagi atas tiga jenis, yaitu:
a)      pernyataan yang berlebih-lebihan (overstatement; atau hiperbola)
b)      pernyataan yang dikecil-kecilkan (litotes)
c)      ironi
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengadung pernyataan yang berlebih-lebihan, dengan maksud member penekanan pada suatu pernyataan atau situasi, untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Contoh:
Sempurna sekali, tiada kekurangan suatu apapun buat pengganti baik atau cantik;
Kurus kering tiada daya kekurangan pangan buat pengganti kelaparan;
Bergelimpangan manyat, terpisah kepala dari badan di sepanjang perbatasan buat pengganti banyak orang mati diperbatasan.
Tabungannya berjuta-juta, emasnya berkilo-kilo sawahnya berpuluh-puluh hektar buat pengganti dia orang kaya.

Litotes, kebalikan dari hiperbola, adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya merendahkan diri.

Contoh:
Mohamad Ali bukanlah petinju yang jelek.
Shakespeare bukan pengarang picisan.
H. B. Jassin bukan kritikus jalanan.

Ironi (atau ejekan) adalah sejenis gaya bahasa yang mengimplementasikan (menyatakan secara tidak lansung) sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dari apa yang sebenarnya dikatakan itu. Ironi ringan merupakan suatu bentuk sarkasme atau satire.

Contoh berikut ini melukiskan sekaligus litotes dan ironi:
Suatu revolusi senantiasa dibedakan oleh ketidaksopan-santunan, barangkali karena penguasa tidak mau bersusah-susah salam hal yang baik untuk mengajar orang-orang sikap-sikap yang terpuji. (perrin; 1968: 353).

Ringkasan buku Membaca Sebagai Ketrampilan Berbahasa
Oleh Prof. Dr. Hendry Guntur Tarigan